Sabtu, 30 Agustus 2014

Scroll down.
Lora tak pernah bosan melakukan itu setiap hari pada list favorit miliknya sendiri. Berulang-ulang. Dengan ekspresi yang sama. Tersipu. Bahagia. Disusul kenangan Lora masih asik dengan ingatannya. Tak sedikitpun terganggu. Lapar. Sekalipun mules. Lora hanya akan beranjak saat dipaksa. Mandi saja cukup sekali dalam sehari.

Ingatannya begitu melekat. Tak berkurang sedikitpun. Tentang siapa lagi kalau bukan Natan. Lora menghela napas. Entah sampai kapan dia berhenti mengenang. Lumpuhkan ingatanku - Geisha jadi andalannya tiap malam. Tak bosan. Dan tak akan bosan. Gerak-gerik mulutnya mengikuti nada, meski sering tertinggal beberapa bait. Lora tetap menghayati. Begitu dalam.

Kali ini Lora mengernyitkan dahi. Ini adalah untuk ke sekian kalinya. Kalimat yang ia tuliskan sendirilah yang buat ia mengernyit. Menyeka dahi. Tangannya berhenti men-scrolldown. Menatap tulisan itu dalam-dalam. Terlihat sekali dia merenung...

Lora benar-benar rindu Natan. Sesekali isak tangisnya terdengar. Namun ia tak bisa apa-apa. Kepalanya ingin meledak. Menghempaskan semuanya. Sampai ia benar-benar melupa. Lora berharap Natan datang. Sekadar melerai isaknya. Lora tahu betul itu takkan pernah terjadi. Natan tak akan datang. Sekalipun sampaikan kabar. Tak akan. Tapi Lora tak pernah bosan juga berharap.

Lora suka memendam. Tak ada yang tahu tentang Natan. Termasuk Rere, kakak Lora. Rere tahu Lora tak suka keluar kamar sejak ia mulai sering melamun.  Meski tak tau apa penyababnya. Rere sungkan bertanya.

Ya. Mereka bukan kakak-beradik yang akrab.

Sejak dulu. Sejak Lora bicara pada lukisannya sendiri. Lukisan laki-laki tampan dengan lesung pipi yang cukup terlihat nyata, kumis tipis dan alis tebal yang sedikit tertutup anak rambut di depannya. Rere mendengarnya. Ia menyeringai ngeri. Lora mulai lagi. Berulang kali.
Usut punya usut. Rere penasaran pada lukisan yang tak henti Lora pandangi setiap hari. Ia menyelinap masuk kamar Lora. Ternyata Lukisan itu punya nama kecil di bagian bawahnya.. Nathan. Ya. Namanya Nathan.
"Hebat juga tuh anak. Belom pernah ketemu cowok udah bisa lukis orang secakep ini."

Rere beranjak keluar. Namun terhenti ketika sesuatu jatuh dari meja yang berdampingan dengan lukisan berjudul Nathan. Ia membukanya perlahan. Agar setiap lembaran tak membangunkan adiknya yang ganas karena terbangun dari lelap tidurnya itu. Rere menyeka dahi. Judul buku itu juga Nathan. Siapa itu Nathan?

Lora tak mengenal siapapun. Siapapun. Ia hanya gadis kecil malang yang istimewa. Dulu, ia adalah salah satu siswi terbaik di SLB. tapi itu dulu, sebelum ia merengek-rengek ingin sekolah bersama Rere. Karena tak diizinkan Lora mengutuk dirinya sendiri di dalam kamar. Sampai sekarang. Lalu mengapa bisa ia melukis wajah laki-laki itu? Menceritakan kisah-kisah itu seakan dia.....
"Atau Nathan hanya....hanya...khaya..lan.."